ziddu.com

Jumat, Mei 08, 2009

Darah dan Genta Pembebasan!

Ada sebuah kejujuran di mata malam
tentang pengamen kecil yang suaranya parau
kejujuran terminal tentang lelah yang tak tereja
menghiasi gaduhnya jalanan seakan berteriak
makin berat beban hidupku
namun keringat dan lunglai adalah syukurku
karena nasi hangat esok pagi
sebagai tenaga baru untuk aktifitas yang sama
kian sesak langit dengan keluh kesah anak-anak malam
yang dibesarkan dengan dosa dan baku hantam
bagai jamuan makan tanpa lidah
anyir tanpa selera

duhai semaput kaki yang tak henti berjalan
duhai mimpi yang tak terbeli
meski kata orang cita-cita dan mimpi memberi kehidupan
tapi bagiku sungai luka di tiap helaan nafas
hanya nasi dan periuk tanpa lauk
malu aku pada dirimu
yang membuatku berkhayal mampu berharta
sepertimu yang duduk tertawa di panggung sandiwara
yang diam saat ku tercabik kemiskinan
yang galau kala musim berganti
tapi kau tak hendak pergi
kembali memujaku
kawan-kawanku yang dungu karena si biru
bodoh karena serogoh
buntung karena sekantung

ah...mana kau tahu siapa aku
yang bersekutu dengan aib
karena aku aib bagimu
aku, saudara-saudaraku yang bertambah
dan kian bertambah
aku aib bagimu
aku si miskin
yang tak mengerti makna sampah
karena sampah ada di istana
sampah ada di panggung sandiwara
seonggok daging bernama manusia
lebih kerdil dari maknanya
tanpa asa hanya durja gulana

sesaat pagi datang
cahayanya tulus menyusuri relung-relung kota
teriknya membangunkan sang ibu yang tersudut di pinggiran terminal
sambil menggeliat ia berseloroh
pagi datang entah apalagi hari ini
harga sepotong harapan di bumi indonesia
bahkan selembar kain pun tak menutupinya kala dingin
nanar mataku merah darah
menatap paviliun mewah beralaskan permadani
tergeletak tak dipakai
karena pemiliknya sedang pelesir

ah...zaman yang kejam
tirani yang tak kunjung usai
biarlah mati mungkin mereka lebih senang
karena jumlah kami berkurang
kami mati tanpa kebanggaan
mati dibukit emas
mati dilumbung padi
mati didepan retorika kekuasaan

wahai jiwa yang teriris hatinya
tersayat nuraninya
akuilah bahwa mereka yang menguasai negeri ini
entah sampai kapan...

jika darahmu lebih berharga dari darah jutaan manusia yang terlunta
jika nyawamu begitu kau sayangi dari puluhan juta anak putus sekolah terisak di sudut jalan
jika matamu terlalu mudah terkatup daripada memandang dengan tangis iba penuh keharuan
kelak akhir hidup bangsa ini adalah
indonesia dan angan-angan perubahan....

bersenandung jiwa-jiwa yang gundah
dalam genderang pemberontakan
menabuh genta pembebasan
dari anak-anak pewaris pergolakan
sejarah itu bernama pemuda!
Padamu yang mengabdi dengan derai airmata dan lelah berkepanjangan
Sejarah itu darah!
Sejarah itu pena emas bertintakan cahaya!
Wahai pemberontak-pemberontak Intelektual
jual jiwamu untuk Rabb semesta Alam
dan lepaskan jiwamu dengan anyir darah perseteruan abadi
antara pembebasan dan tiran!

Negeri yang menjadi tanah pijakanmu
tempat keharuan mimpi anak jalanan yang tergusur dan lapar
yang terampas haknya untuk bahagia di negeri yang sama
padaMu kami mengabdi
padaMu...
dan Airmata tak akan ku usap sampai simbah luka menyayat daging
untuk mereka yang tergusur
mereka yang tak berdaya memperjuangkan haknya
padamu

karya

Abustomih Al Ishaq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar