ziddu.com

Rabu, Mei 13, 2009

12 mei 11 tahun reformasi

reformasi telah 11tahun berlalu,,tapi cerita dramatis di dalamnya belum juga usai. lihatlah belum adanya status yang jelas tentang hukum yang belum tuntas dari peristiwa naas itu, polemik antara reformasi kasus pelanggaran ham berat ataukah bukan masih menjadi pertanyaan hingga kini. lalu dari tuntutan reformasi pun semuanya belum tercapai walau telah di perbarui oleh tugu rakyat, semuanya belum terlaksana, siapa yang harus di persalahkan???

aksipun dadakan seali,aksi jam 1 siang namun pemberitahuan aksi pada jam 9 pada hari yang sama,apa yang terjadi di balik semua ini???

10 mei monas

detik-detik yang menentukan, pada hari itu komandan gf di pilih secara musyawarah. ada dua kandidat yaitu sdr Haren dan sdr Asep, dan hasil musyawarah menetapkan bahwa sdr asep di daulat sebagai komandan gf yang baru menggantikan kak hadi. sangat mengharukan peristiwa tersebut karena ini amanat yang sangat berat, selain itu kami juga anggota madya gf yang baru mengucapkan janji perjuangn kami.

Jumat, Mei 08, 2009

Darah dan Genta Pembebasan!

Ada sebuah kejujuran di mata malam
tentang pengamen kecil yang suaranya parau
kejujuran terminal tentang lelah yang tak tereja
menghiasi gaduhnya jalanan seakan berteriak
makin berat beban hidupku
namun keringat dan lunglai adalah syukurku
karena nasi hangat esok pagi
sebagai tenaga baru untuk aktifitas yang sama
kian sesak langit dengan keluh kesah anak-anak malam
yang dibesarkan dengan dosa dan baku hantam
bagai jamuan makan tanpa lidah
anyir tanpa selera

duhai semaput kaki yang tak henti berjalan
duhai mimpi yang tak terbeli
meski kata orang cita-cita dan mimpi memberi kehidupan
tapi bagiku sungai luka di tiap helaan nafas
hanya nasi dan periuk tanpa lauk
malu aku pada dirimu
yang membuatku berkhayal mampu berharta
sepertimu yang duduk tertawa di panggung sandiwara
yang diam saat ku tercabik kemiskinan
yang galau kala musim berganti
tapi kau tak hendak pergi
kembali memujaku
kawan-kawanku yang dungu karena si biru
bodoh karena serogoh
buntung karena sekantung

ah...mana kau tahu siapa aku
yang bersekutu dengan aib
karena aku aib bagimu
aku, saudara-saudaraku yang bertambah
dan kian bertambah
aku aib bagimu
aku si miskin
yang tak mengerti makna sampah
karena sampah ada di istana
sampah ada di panggung sandiwara
seonggok daging bernama manusia
lebih kerdil dari maknanya
tanpa asa hanya durja gulana

sesaat pagi datang
cahayanya tulus menyusuri relung-relung kota
teriknya membangunkan sang ibu yang tersudut di pinggiran terminal
sambil menggeliat ia berseloroh
pagi datang entah apalagi hari ini
harga sepotong harapan di bumi indonesia
bahkan selembar kain pun tak menutupinya kala dingin
nanar mataku merah darah
menatap paviliun mewah beralaskan permadani
tergeletak tak dipakai
karena pemiliknya sedang pelesir

ah...zaman yang kejam
tirani yang tak kunjung usai
biarlah mati mungkin mereka lebih senang
karena jumlah kami berkurang
kami mati tanpa kebanggaan
mati dibukit emas
mati dilumbung padi
mati didepan retorika kekuasaan

wahai jiwa yang teriris hatinya
tersayat nuraninya
akuilah bahwa mereka yang menguasai negeri ini
entah sampai kapan...

jika darahmu lebih berharga dari darah jutaan manusia yang terlunta
jika nyawamu begitu kau sayangi dari puluhan juta anak putus sekolah terisak di sudut jalan
jika matamu terlalu mudah terkatup daripada memandang dengan tangis iba penuh keharuan
kelak akhir hidup bangsa ini adalah
indonesia dan angan-angan perubahan....

bersenandung jiwa-jiwa yang gundah
dalam genderang pemberontakan
menabuh genta pembebasan
dari anak-anak pewaris pergolakan
sejarah itu bernama pemuda!
Padamu yang mengabdi dengan derai airmata dan lelah berkepanjangan
Sejarah itu darah!
Sejarah itu pena emas bertintakan cahaya!
Wahai pemberontak-pemberontak Intelektual
jual jiwamu untuk Rabb semesta Alam
dan lepaskan jiwamu dengan anyir darah perseteruan abadi
antara pembebasan dan tiran!

Negeri yang menjadi tanah pijakanmu
tempat keharuan mimpi anak jalanan yang tergusur dan lapar
yang terampas haknya untuk bahagia di negeri yang sama
padaMu kami mengabdi
padaMu...
dan Airmata tak akan ku usap sampai simbah luka menyayat daging
untuk mereka yang tergusur
mereka yang tak berdaya memperjuangkan haknya
padamu

karya

Abustomih Al Ishaq

unisma 7 mei 2009

sebuah kehormatan besar saya dan rekan saya dapat hadir pada sebuah acara diskusi yang sangat menarik di unisma, bekasi. dimana dalam acara tersebut diselenggarakan oleh BEM fakultas ekonomi unisma, sebuah paradigma baru bahwa diskusi politik di selenggarakan oleh mahasiswa yang memiliki ranah ekonomi. tapi kita patut salut dengan kerja keras rekan-rekan FE unisma. dalam acara tersebut yang bertemakan tentang membaca peta politik pilpres 2009 itu di hadiri oleh bung ray rangkuti, lalu ada rekan dari charta politika, anggota dewan dari PKS dan mantan bem ipb serta presiden bem si mas wahyu.

dalam diskusi tersebut para pembicara memaparkan bagaimana situasi politik di negeri ini, sangat menarik ketika bung ray menyebutkan dengan tarik ulurnya status cawapres dari berbagai kandidat capres belum ada yang menentukan sikap siapa pendamping masing-masing dari capres tersebut, ini sangat mengindikasikan bahwa belum siapnya mereka untuk maju sebagai pemimpin negeri ini, ini sangat di sayangkan, sesungguhnya moment saat ini harusnya di pakai bukan untuk ribut-ribet memilih pendampingnya melainkan memberi tahu kepada masyarakat indonesia apa, apa yang akan mereka lakukan nanntinya sebagai presiden, apa visi-misi kedepannya untuk perubahan negeri ini, yang ada hanya silahturahmi politik tentang bagi-bagi posisi jabatan dan pengharapan melalui politik balas budi.

kapan para pemimpin negeri ini duduk untuk memikirkan nasib negeri ini kedepan???

linkrakyat
abdi saputra

Rabu, Mei 06, 2009

pemuda harapan

pemuda harapan





Kami putera dan puteri Indonesia mengaku:

Bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia

Berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia

Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia



inilah kata-kata yang sakral yang tercetus saat pemuda berikrar untuk bersatu, bersatu dalam Indonesia satu. Pemuda selalu memegang peranan strategis pada setiap peristiwa penting yang terjadi, dengan kekhasan masing-masing karakteristik dalam menghadapi tantangan pada zamannya. Generasi 1908, merupakan awal bangkitnya pergerakan nasional, sebagai peletak pondasi kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia.

Generasi 1928, membulatkan tekad memperkuat pondasi kebangkitan nasional diilhami oleh Generasi 1908 dengan membangun pilar persatuan dan kesatuan untuk memperoleh hak dan kemerdekaan yang telah dirampas.

Generasi 1945, melalui revolusi kemerdekaan merebut kembali kemerdekaan dan menegakkan pilar persatuan dan kesatuan yang telah ambruk karena ditumbangkan oleh penjajah melalui proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Generasi 1966 (Orba), yang berjuang untuk mengembalikan bangsa Indonesia ke jalur sesuai UUD 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Generasi 1998, yang kita kenal dengan orde reformasi merupakan suatu titik balik proses keterbukaan terhadap 32 tahun kekuasaaan Orde Baru.

Generasi Kini, (abad 21) dihadapkan pada tantangan era globalisasi yang begitu cepat, tak terduga dan tak terbatas. Untuk menghadapi tantangan itu maka pemuda Indonesia saat ini harus menyadari dan memahami keberadaannya sebagai bagian inti dari bangsanya, sebagai aktor perkembangan bangsa, berarti bahwa pemuda Indonesia adalah penentu jatuh bangunnya bangsa Indonesai. pokok dari dinamika pembangunan di era globalisasi, bukan hanya sebagai pelengkap pembangunan semata.

Pemuda Indonesia adalah pemilik masa depan bangsanya. Sebagai manusia masa depan, pemuda Indonesia harus berkemampuan membebaskan diri dari perangkap status quo dalam hal apa pun, dan selalu menempatkan cita-cita masa depan sebagai masterplan penting dari karya baktinya di masa kini, dituntut mutlak untuk memiliki semangat kreatif dan inovatif, tidak statis atau frustrasi, tetapi terus berupaya mempersiapkan masa depan bersama segenap potensi bangsa kita betapapun tantangan selalu menghadang.

Pemuda Indonesia harus berperan secara optimal dan berani keluar dari belenggu kepentingan-kepentingan sempit dan dengan kepastian memasuki kawasan kepentingan bersama. Jangan terlalu lama berkutat pada perang-perang ideologi tapi mati akan sebuah pergerakan. Apa guna pemikiran hebat tanpa sebuah implementasi, tentu tidak akan membawa keuntungan apa-apa. Jangan sampai ada taktik devide et empera jilid II di negeri ini.

Yang menjadi permasalahan tentang gambaran pemuda hari ini adalah, sifat hedonisme yang melekat kuat dalam jiwa pemuda tersebut. Hal ini dapat di maklumi karena pers sudah di hantam dan tidak dapat membendung informasi global, dengan konotasi suka berhura-hura, pemuda kini jadi jauh dengan nilai-nilai budaya negeri ini. Menimbulkan hilangnya atau mengikisnya cinta terhadap tanah air ini. Lalu di samping itu merebaknya sikap individualisme, yang berdampak pada tidak pedulinya dengan sekitarnya. Masalah lain hilangnya spirit bergerak dan bersatu, mereka enggan untuk bersusah payah, padahal bila persatuan itu ada, kita bisa bersatu untuk perubahan kearah yang jauh lebih baik lagi dengan cepat.

Gambaran negeri ini tidak jauh berbeda dengan pemuda saat ini, walau kita sama-sama ketahui bahwa masih ada pemuda yang berprestasi dan berbuat banyak untuk negeri ini. Banyak rakyat yang tak merasakan arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Banyak dari mereka yang masih dalam garis kemiskinan, aset strategis bangsa yang di kuasai oleh asing, banyak anak yang putus sekolah karena benturan biaya, tak ada lagi petani yang ada kini buruh tani, ironis sekali yang terjadi, padahal kita semua tahu bahwa kekayaan negeri ini sungguh tak terkira.

Yang harus kita lakukan untuk pembebasan negeri ini dari kepincangan dan kecompang-campingannya adalah, mempersatukan pemudanya, membenahi dari diri masing-masing. Lalu keluar dengan mengatakan aku ada untuk orang lain. Manfaat dirinya tidak hanya untuk dirinya tapi dalam skub yang lebih luas lagi.pergerakan dari pemuda ini juga haruslah lebih masif lagi, lebih berani mengutarakan pendapat dan solusi-solusinya. “katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih”.

Tentu yang utama dari pemuda adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualitasnya. Harapan disini, segala bentuk ilmu yang di dapat harus di pergunakan dan di amalkan di masyarakat. Masih ada harapan untuk menjayakan negeri ini kembali, jika kita mau dan mampu untuk bersatu, aral rintangan tentu dapat terlewati.


Seperti yang di utarakan mas abas “ Karena pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan, maka sudah sewajarnya tindakan yang lebih diutamakan diarahkan bagaimana kita mampu mnghasilkan solusi dan kontribusi. Bila proses ini berlangsung secara konsisten bukan tidak mungkin gerakan mahasiswa menjadi pilar baru demokrasi yang menghantarkan akselerasi menuju era konsolidasi. “.

karenanya sebagai pemimpin masa depan kita harus mempersiapkannya dengan matang, pergerakan pemuda adalah sebuah icon perubahan, jangan sia-siakan keadaan ini, keluar dari zona nyaman, dan berjuang atas nama negeri ini. karena sesungguhnya pemuda hari ini adalah pemimpin perubahan zaman ini.

linkrakyat

abdi saputra

Selasa, Mei 05, 2009

pemuda jilid II

Kami putera dan puteri Indonesia mengaku:

Bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia

Berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia

Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia

Ikrar ini tercetus lantang disuarakan pemuda Indonesia pada Kongres Pemuda II, tepatmya pada tanggal 28 Oktober 1928, yang kemudian dikenal dengan "Sumpah Pemuda".

Peristiwa besar itu benar-benar merupakan hasil kerja pemuda Indonesia yang sangat tinggi nilai sejarahnya. Betapa tidak, kongres selama dua hari itu (27--28 Oktober 1928) berhasil meleburkan semua organisasi pemuda yang masih bersifat kedaerahan ke dalam satu wadah yang telah disepakati bersama. Maka tak ada lagi sebutan Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon dan lainnya. Yang ada hanya satu, pemuda Indonesia yang bersifat nasional yang sadar bahwasanya penonjolan semangat kedaerahan merupakan ganjalan utama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam rangka mencapai kemerdekaan.

Sumpah Pemuda 1928, merupakan wujud kesinambungan perjuangan pemuda Indonesia antargenerasi. Apabila kita menengok kilas balik sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu memosisikan dirinya tidak berada di luar, atau di pinggir, tetapi di tengah-tengah persatuan dan kesatuan bangsa.

Pemuda selalu memegang peranan strategis pada setiap peristiwa penting yang terjadi, dengan kekhasan masing-masing karakteristik dalam menghadapi tantangan pada zamannya.

Generasi 1908, merupakan awal bangkitnya pergerakan nasional, sebagai peletak pondasi kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia.

Generasi 1928, membulatkan tekad memperkuat pondasi kebangkitan nasional diilhami oleh Generasi 1908 dengan membangun pilar persatuan dan kesatuan untuk memperoleh hak dan kemerdekaan yang telah dirampas.

Generasi 1945, melalui revolusi kemerdekaan merebut kembali kemerdekaan dan menegakkan pilar persatuan dan kesatuan yang telah ambruk karena ditumbangkan oleh penjajah melalui proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Generasi 1966 (Orba), yang berjuang untuk mengembalikan bangsa Indonesia ke jalur khitah kesejarahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Generasi 1998, yang kita kenal dengan orde reformasi merupakan suatu titik balik proses keterbukaan terhadap 32 tahun kekuasaaan Orde Baru.

Generasi Kini, (abad 21) dihadapkan pada tantangan era globalisasi yang begitu cepat, tak terduga dan tak terbatas. Untuk menghadapi tantangan itu maka pemuda Indonesia saat ini harus menyadari dan memahami keberadaannya sebagai bagian integral dari bangsanya, sebagai subjek perkembangan bangsa, berarti bahwa pemuda Indonesia adalah penentu jatuh bangunnya bangsa Indonesai. Subjek dari dinamika pembangunan di era globalisasi, bukan hanya sebagai pelengkap pembangunan semata.

Pemuda Indonesia adalah pemilik masa depan bangsanya. Sebagai manusia masa depan, pemuda Indonesia harus berkemampuan membebaskan diri dari perangkap status quo dalam hal apa pun, dan selalu menempatkan cita-cita masa depan sebagai dimensi penting dari karya baktinya di masa kini, dituntut mutlak untuk memiliki semangat kreatif dan inovatif, tidak statis atau frustrasi, tetapi terus berupaya mempersiapkan masa depan bersama segenap potensi bangsa kita betapapun tantangan selalu menghadang.

Pemuda Indonesia harus berperan secara optimal dan berani keluar dari belenggu kepentingan-kepentingan sempit dan dengan kepastian memasuki kawasan kepentingan bersama.

Peran yang disandang pemuda Indonesia sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen kontrol sosial (agent of social control) harus dijalankan secara efektif, sehingga siapa pun pemimpin yang berkuasa di negeri ini mau (tidak) mau akan meminimalisasi kecenderungan penyimpangan dalam setiap kebijakannya.

Kini, setelah 79 tahun pemuda Indonesia bersumpah, masihkah suara lantang itu terdengar? Masihkan Sumpah Pemuda itu diresapi?

Jawabnya tentu hanya ada pada kita, pemuda Indonesia kini dan nanti.

pemuda

Pemuda selalu identik dengan perubahan sosial di Indonesia, semenjak jaman kolonial hingga sekarang. Peran kesejarahan dan keterlibatan yang amat panjang telah menempatkannya sebagai kelompok strategis yang memiliki daya dorong transformasi sosial yang signifikan. Hingga tepatlah kiranya bila pemuda dianggap sebagai salah satu ikon penting dalam perubahan sosial di Indonesia. Membaca peran pemuda kontemporer, karenanya butuh diletakkan pada pembacaan historisitasnya. Hal ini bisa dilihat dari peran dan fungsi pemuda Indonesia yang begitu kompleks dalam kehidupan berbangsa, diantaranya mulai perlawanan atas imperialisme, hingga penggulingan rezim kekuasaan despotis, upaya dekonstruksi formasi sosial masyarakat, fungsi sebagai motor penggerak, pengorganisasian dan sekaligus sebagai kekuatan yang berfungsi melawan kekuatan jahat dari luar negara saat ini (neoliberalisme-neoimperialisme).

Mungkin sedikit berkilas balik dan bernostalgia tentang romantisme perjuangan pemuda Indonesia di masa yang lampau. Berakhirnya tanam paksa (cultuur stelsel) telah mengilhami lahirnya politik etis, yang niatan awalnya adalah sebagai bentuk balas jasa pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat Indonesia, atas berbagai macam kekayaan alam bumi Indonesia yang telah dikeruk Belanda. Kaum liberal Belanda yang diwakili oleh Van Deventer mengusulkan program praksis politik dari kebijakan politik etis, yakni trias politica Van Deventer, yang terdiri dari irigasi, emigrasi dan edukasi. Edukasi merupakan bagian politik etis yang mendorong lahirnya sekolah modern di Hindia Belanda, tahun 1902 berdiri Sekolah Dokter Bumiputera (STOVIA). Dari sinilah kemudian lahir lapisan sosial terpelajar dalam masyarakat pribumi. Salah satu pelopor gerakan di masa itu adalah dr. Wahidin Sudhirohusodo, pemimpin majalah “Retnodumilah”. Wahidin berpendapat bahwa kemajuan akan tercapai dengan ilmu pengetahuan barat lewat pendidikan, dengan tanpa meninggalkan warisan Jawa. Tahun 1907 di Jakarta dia bertemu mahasiswa STOVIA dan mendirikan perkumpulan pemuda Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Budi Utomo menjadi titik awal lahirnya gerakan kepemudaan yang sifatnya modern dan mengarah pada persatuan nasional, walaupun latar belakangnya masih Jawa sentris. BU menjadi generasi pendobrak bagi perjuangan pemuda Indonesia. Dengan lahirnya Budi Utomo kemudian muncul berbagai macam organisasi kepemudaan yang sifatnya modern, dan mempunyai tujuan politik secara tegas, yaitu melawan imperialisme kolonialisme.

Setelah berjalan dua puluh tahun, beraneka ragam organisasi kepemudaan yang ada di bumi Nusantara –Jong Java, Jong Sumatra, Jong Cilebes, Pemuda Sekar Rukun, Jong Ambon, Jong Borneo, dll- mulai terketuk pintu hatinya untuk mengikatkan diri pada cita-cita luhur, membangun persatuan nasional Indonesia. Sehingga terselenggaralah Kongres Pemuda Indonesia I tahun 1927, dan kemudian dilanjutkan dengan Konges Pemuda Indonesia II pada 1928. Kongres Pemuda II menghasilkan Sumpah Pemuda Indonesia, yang didalamnya menyatakan bahwa Pemuda Indonesia adalah bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, INDONESIA. Sumpah Pemuda menegaskan cita-cita perjuangan pemuda Indonesia, menuju Indonesia merdeka.

Belajar dari ghirah Sumpah Pemuda, pada perjalanannya, pemuda Indonesia selalu berandil besar dalam setiap moment-moment besar perjuangan bangsa Indonesia. Setidaknya, peristiwa 1945, 1966, 1974 dan peristiwa 1998 adalah merupakan keberhasilan emas perjuangan pemuda Indoensia, sebagai warisan nilai-nilai perjuangan 1928. Kini, ketika arus pusaran kapitalisme mulai mengglobal, dengan semangat neoliberalismenya, yang berusaha untuk meruntuhkan tembok besar nasionalisme, pemuda Indonesia kembali ditantang untuk turun pada medan pertarungan. Virus globalisasi yang disemaikan oleh agen-agen neoliberal, bagaimanapun telah melahirkan gerakan emoh negara (I. Wibowo dan F. Wahono (ed), 2003). Parahnya, sasaran utama gerakan ini adalah mereka para pemuda, yang sebagain besar memandang bahwa global itu adalah lebih baik daripada berkutat dalam lokalitas. Akibatnya, jiwa nasionalisme pemuda Indonesia, yang secara susah payah dibangun oleh para founding fathers negeri ini, melalui semangat Sumpah Pemuda, mulai digerogoti dan terkikis sedikit demi sedikit oleh virus globalisasi, yang sifatnya lebih endemik daripada flu burung. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, bagaimana bangsa Indonesia bisa bangkit, dan menjadi bangsa yang besar? Ketika semangat nasionalisme pemuda sudah tak ada lagi, mereka lebih berpikir untuk kepentingan diri pribadi masing-masing, tidak lagi memiliki semangat kebersamaan untuk memikirkan dan merubah nasib massa rakyat banyak.

Oleh karenanya, sekarang adalah sudah saatnya, bagi kita pemuda Indonesia, untuk kembali berkaca dan mengambil serpihan-serpihan warisan 1928, yang telah terkoyak-koyak. Dahulu, ketika transportasi masih sulit, komunikasi belum secanggih sekarang, mereka pemuda Indonesia di masa itu, telah memiliki semangat kebersamaan yang luar biasa. Mereka bersatu padu membangun persatuan nasional, guna melawan imperialisme yang telah menindas seluruh elemen bangsa Indonesia. Saat ini, ketika tiap hari kita dimanja oleh kecanggihan teknologi, yang memungkinkan kita para pemuda Indonesia untuk berkomunikasi intens tiap hari, mengapa malah semangat kebersamaan itu menjadi semakin terpecah-pecah? Padahal, sekarang kita juga memiliki musuh bersama (common enemy), yang tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Perlu kebersamaan untuk menangkal badai besar globalisasi dan neoliberalisme, sebagai wujud nyata dari neo-imperilisme. Neoliberlisme telah melumpuhkan sendi-sendi bangsa Indonesia sedikit demi sedikit, yang akibatnya lebih berbahaya dibandingkan dengan imperialisme di masa yang lalu.

Pemuda harus segera mengambil peran, tidak terus-menerus terhegemoni oleh kaum tua, yang semangatnya telah melemah. Warisan 1928 mengajarkan kepada kita semua, untuk menempatkan pemuda pada garda depan perjuangan bangsa. Pemuda harus menjadi pelopor bagi setiap proses transformasi bangsa Indonesia. Adalah salah ketika kita para pemuda senantiasa menunggu dawuh dari mereka kaum-kaum tua, karena Sumpah Pemuda juga tidak lahir dari pesanan kaum-kaum tua, melainkan lahir dari semangat kebersamaan pemuda Indonesia. Sekarang, ketika musuh bersama telah nyata di depan mata, maka sudah waktunya bagi seluruh pemuda Indonesia untuk membumikan kembali semangat bersamaan, yang telah lama terkoyak-koyak. Pemuda harus menjadi ujung tombak perubahan, bahu-membahu melawan neo-imperialisme, untuk merebut makna perjuangan 1928, guna menuju kebangkitan nasional yang sesungguhnya dan mencapai cita-cita luhur bangsa

asa di tengah gelapnya malam

tak terasa penghujung waktu akan mengantarkan kami ke akhir semester ini, banyak sebuah keraguan sebenarnya dalam jiwa kami, jiwa yang masih terlalu lemah dan masih harus banyak mencari ilmu itu. masih banyak kecemasan yang melanda, dan kontribusi yang kami perbuat pun belum cukup maksimal, tapi kami masih punya semangat untuk bangkit.

kira-kira seminggu yang lalu kami melakukan sebuah tugas yang cukup membuat jantung kami berdegup kencang, pasalnya kami di tugaskan untuk membuat sebuah tulisan atu sebuah kalimat propaganda yang harus di tempelkan pada mading-mading fis. kita mengetahui semua bagaimana politik dalam fakultas ilmu sosial tersebut, yang terus bergejolak dengan ideologinya masing-masing, inilah tugas bukan sembarang tugas dari kak abus. apa lagi dalam tulisan tersebut kami harus menyantumkan nama, sungguh memacu adrenaline tugas ini, akhirnya pun tugas harus di selesaikan dan di laksanakan.

tugas yang saya lakukan adalah membuat pamflet propaganda. saya membuat pamflet sejumlah tiga buah, dimana isi pamflet tersebut akan di lampirkan. kesemua dari pamflet saya berisi tentang kenangan reformasi, atau lebih tepatnya lagi mengingatkan kembali akan sebuah kejayaan reformasi, namun saya juga mengingatkan bahwa dalam cita-cita reformasi tersebut ada hal-hal yang belum tercapai, dan dalam tulisan saya itu saya berharap kita semua agar kembali memperjuangkan tuntutan abng-abang kita terdahulu. selesai tempel-tempel pamflet kita sekarang menunggu reaksi dari warga fis tentunya....

hari kedua penempelan pamflet, saya lihat dan melakukan inspeksi ternyata ada beberapa pamflet yang di robek, lalu ada ucapan dari kak waldi yang menyebutkan isi dari pamflet. hari jumat ada yang sms ke nomor saya, oky anak sosiologi 08, yang bertutur bahwa tulisan saya menarik dan ia ingin bergabung dalam kelompok ini dan saya nyatakan bahwa saya independen bukan dari lembaga apapun.

alhamdulilah setelah kami ditempa dari waktu ke waktu, setiap ada manajemen aksi di mana kami sebagai peserta kami selalu menjadi leader-leader di acara tersebut, dimana baik konsep maupun perangkat aksi kami yang memegang peranan tersebut, di tambah dengan pengalaman kami dalam mengisi manajemen aksi yang di ajak kak abus, kami dengan mudah dapat membaca situasi tersebut. kami bersyukur dengan keadaan yang kami peroleh, kami bebas memasuki akses-akses tersebut, mungkin akan berbeda jika di harapkan dengan kondisi organisasi lainnya, sungguh sebuah regenerasi yang matang saya pikir.