ziddu.com

Kamis, Juni 17, 2010

KERETA MALAM

Menapaki jejak malam yang semakin suram, bertemankan besi baja dan lampu yang padam. Kutinggalkan kota singgahan yang tak bertepi, aku harus kembali lagi menuju kotaku, kota yang mempunyai sejuta misteri didalamnya. Ntah aku merasa sepi kali ini, namun ini yang kuinginkan untuk sesaat, kereta ini yang akan membawa kembali kekota itu. Aku melihat sejumlah manusia yang tak terlalu banyak, bersamaku menuju tempat yang ku tak tahu hendak mereka tuju. Baru saja sebelum roda-roda kereta ini berjalan, sebuah peristiwi yang takkan ku lupa, sebuah perjalanan penuh perjuangan yang harus ku tebus dengan penantian yang panjang. Pertemuan yang sejenak namun mengisyaratkan dalam benak, bahwa ia yang selalu ku nantikan. Roda-roda baja itupun telah berputar, dank ku harus meninggalkan kota itu, hanya setengah jam lamanya aku berada dikota itu, kota yang akan kurindukan dan akan selalu kunantikan. Malam terasa begitu pekat, angin menerpa begitu menampar sekujur tubuhku dan dinginpun terasa amat menyengat. Lalu-lalang pedagaang menjajakan dagangannya, serta hiruk pikuk suara sumbang para penyanyi jalanan silih berganti memekakan telinga, aku sempat menyaksikan persetubuhan suci dua insane, dua orang yang dibesarkan oleh jalanan dan pasti persetan akan norma dan kebenaran, cinta suci dua kebodohan yang pasti menggelayuti hati mereka, yang membawa mereka kedalam dunia yang mereka ciptakan sendiri, karena orang sudah tak peduli lagi akan mereka. Aku melihat Indonesia, melihatnya sangat dekat, bahkan teramat dekat. Hingga kukatakan pada setan-setan parlemen dan cecunguk istana bahwa kalianlah orang paling tidak suci yang menjual kesucian atas orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar